Berita

Penyusunan Soal, Agar Anak Didik Memahami Tingkah Laku Keagamaan Dan Tidak Gagal Paham

Rabu, 13 Februari 2019
blog

Illustrasi Foto (Kemenag RI DKI Jakarta)

Bogor (Inmas) --- Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta Saiful Mujab menyampaikan , bahwa pendidikan agama harus dikawal lebih serius dan lebih masif agar anak bisa memahami terkait pola tingkah laku keagaaman.

Hal ini disampaikan saat menutup Kegiatan Penyusunan dan perakitan soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) Pendidikan agama Kristen dan pendidikan keagamaan tahun anggaran 2019 di Bogor. Rabu (13/02).

“ Semoga soal yang telah disusun bersama dan telah dicermati dan diteliti, baik aspek kogntif, aspek afektifnya merupakan perwakilan perwujudan dari apa yang telah kita laksanakan, sehingga nantinya dapat dikerjakan oleh anak didik kita dengan baik,” jelasnya.

Kakanwil menegaskan bahwa sudah saatnya kita mengawal dan mendorong moderasi beragama, dimana kita melaksanakan keyakinan masing – masing dan memberian keyakinan pada anak didik dengan keyakinan yang sempurna agar tidak gagal paham. Karena sekarang ini adanya tantangan, baik isu radikal maupun isu intoleran.

“ Moderasi beragama menjadi satu acuan pada seluruh guru agama bagaimana kita memberikan satu materi itu agar betul - betul dipahami dan anak didik kita tidak gagal paham,” ujarnya dihadapan 50 peserta.

Menurut Kakanwil bahwa Moderasi dapat diterapkan dalam pendidikan agama mulai dari perencanaan. Dan evaluasi ujian akhir terkait pelajaran bukan sebagai seremonial yang dilakukan tiap tahun, karena tidak terpisahkan pada dunia pendidikan dalam evaluasi.

“ Karena evaluasi pendidikan adalah alat ukur sejauhmana materi dan misi pada anak didik kita tercapai. Dan saya yakin bahwa soal yang tadi diserahkan sebagai rangkaian panjang dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi,” kata Saiful.

Kakanwil menambahkan, Moderasi beragama berhasil bila pendidikan agama mulai perencanaan betul betul matang, segi pelaksanana bagus, professional dan evaluasinya soal penilaian mewakili karakter. Karena pendidikan agama tidak sama dengan pendidikan matematika.

“ Maka jangan sampai diukur dari kognitif, kecerdasan, tapi bagaimana sikap dan perbuatan jauh lebih penting dalam pendidikan agama. Karena pendidikan agama merubah dari yang tidak baik menjadi baik dan ini harus dipahami,” tegasnya.

Saiful juga mengingatkan agar pembuatan soal juga dapat menggiring perasaan dalam memberikan edukasi pada anak didik yang berakibat pada tingkah lakunya.

“ Dan ini perlu dikembangkan pola agama saat ini. Agar moderasi beragama dalam meyakini keyakinan dapat menjawab semua persoalan,” imbuhnya.

  • Tags:  

Terkait