Gizi untuk Prestasi. Hmm… apa hubungannya?
Mari kita lihat kondisi berikut. Berdasarkan survei nasional, 92.5% penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun kurang mengonsumsi sayur, dan sebanyak 77.3 % penduduk (tanpa batasan usia) mengonsumsi makanan berbumbu penyedap. Berdasarkan survei, sebanyak 43.1% remaja berusia 15-19 tahun beraktivitas sedentari 3-6 jam. Kegiatan sedentari adalah kegiatan yang mengacu pada segala jenis aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur, dengan karakteristik keluaran kalori sangat sedikit yakni <1.5 METs. Data lain yang ditemukan terkait remaja yakni, sebanyak 22.7% remaja perempuan dan 12.4% remaja laki-laki mengalami anemia; 9.4% kurus dan 7.3% gemuk (Riskesdas, 2013).
Melihat data tersebut, SEAMEO RECFON memberikan pelatihan “Gizi dan Kesehatan Remaja” secara daring kepada lebih dari 1000 guru dan kepala sekolah menengah atas dan madrasah dari 230 kabupaten prioritas stunting dan wilayah lokus SEAMEO RECFON. MAN 9 Jakarta merupakan salah satu sekolah yang ditunjuk untuk mengikuti pendampingan ini.
Mengusung tema Gizi untuk Prestasi, Tim Gizi MAN 9 Jakarta membuat program yang dapat dilakukan di saat BDR (Belajar dari Rumah). Langkah selanjutnya, para wali kelas melakukan hal yang sama kepada orang tua kelas binaannya. Tujuannya agar tercipta sinergi yang baik.
Rencana Tindak Lanjut Gizi untuk Prestasi meliputi empat komponen dan selama masa pandemi ini tentu saja semua dilakukan secara daring dengan melibatkan orang tua peserta didik.
Edukasi Gizi, berisi ajakan untuk menerapkan pedoman gizi seimbang pada setiap menu makan peserta didik. Implementasinya, peserta didik bersama wali kelas melakukan kegiatan SARMA (Sarapan Bersama) secara daring. Pada kegiatan tersebut, peserta didik dapat menyantap menu sarapan sesuai "Isi Piringku", meliputi 1/3 sumber karbohidrat, 1/3 sumber vitamin dan serat, 1/3 sumber protein. Selain SARMA, peserta didik diajak untuk melakukan MAHAKERI, masak hasil kebun sendiri. Peserta didik dapat menggunakan salah satu bahan pangan yang ditanam sendiri untuk melengkapi olahan menu makan sehari-hari.
Program Kebunku, mengajak peserta didik secara sederhana bercocok tanam sumber bahan pangan di lingkungan rumah. Berbagai teknik sederhana dapat diterapkan untuk mewujudkan dapur hidup, apotik hidup dan kebun pangan mungil di lingkungan rumah. Hasil kebun mungil ini bisa diolah menjadi makanan ataupun minuman yang menyehatkan.
Pada Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), peserta didik diajak untuk melakukan RIKSAHATI (Periksa Kesehatan dengan Sepenuh Hati) dengan cara mengukur suhu tubuh, membersihkan kuku, dan telinga. Kegiatan yang penting dilakukan selama PJJ berlangsung, yaitu: mengukur berat badan. Selanjutnya secara sadar mencatat perubahan kondisi kesehatan yang mungkin terjadi setiap bulannya, melakukan olah raga mandiri di lingkungan rumah sebagai pengimbang aktivitas sedentari dan mendukung terciptanya tubuh yang sehat dan bugar.
Kantinku Sayang, satu-satunya program yang belum bisa dilaksanakan. Merupakan salah satu komponen yang mengajak pengelola kantin untuk menyiapkan dan menyajikan makanan sehat dan segar untuk mendukung aktivitas keseharian peserta didik. Seperti diketahui, seringkali penyedia makanan di kantin lebih memilih menyajikan makanan yang disukai peserta didik meski kurang memenuhi syarat kesehatan. Dan ini menjadi PR bagi tim Gizi dan Koperasi Madrasah untuk mengedukasi pengelola kantin sebelum pembelajaran tatap muka sudah dimungkinkan.
Hasil akhir program ini perlu waktu dan konsistensi dalam penerapannya. Namun demikian, dengan melibatkan orang tua dan pihak terkait, diharapkan terjadi perubahan prilaku dan pola pikir secara signifikan untuk menunjang pertumbuhan peserta didik yang sehat dan berprestasi./SR