MENGHADIRKAN “RUHUL MUDARRIS” PADA MASA PEMBELAJARAN COVID-19
PERSPEKTIF STANDAR PROSES DAN PEMBELAJARAN ABAD 21
Oleh: Aris Adi Leksono, M.M.Pd*
Pandemi Covid-19 alias virus corona telah memunculkan banyak respon kebijakan, salah satunya dalam bidang pendidikan. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Kementerian Agama RI telah menginstruksikan agar pembelajaran dilaksanakan di rumah (home learning), dengan pilihan model pembelajaran online atau daring, penugasan, proyek, ataukah lainnya. Kebijakan tersebut, menuntut satuan pendidikan untuk melakukan inovasi dan kreasi agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan standar proses dan tuntutan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu gugus depan agar kebijakan proses pembelajaran ini dapat berjalan adalah peran Guru. Bagaimana kemudian guru dapat hadir layaknya dia berada di ruang kelas, dengan konsep pembelajaran bernilai, berkarakter, serta syarat dengan model pembelajaran Abad 21.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, definisi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Setidaknya ada tiga unsur utama yang dapat digali dari definisi tersebut, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Makna dari ketiga unsur utama tersebut sebenarnya secara subtansial sangat relevan dengan model pembelajaran abad 21.
Menindaklanjuti Undang-undang tersebut diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, substansinya adalah bagaimana menerjemahkan konsep pendidikan pada implementasi pembelajaran. Salah satunya dengan kalimat “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
Dari kalimat itu muncul konsep pembelajaran PAIKEM GEMBROT (pembelajaran aktif inovatif kreatif efektif menyenangkan, gembira dan berbobot).
Selain bagaimana proses pembelajaran dijalankan, Permendikbud tersebut juga memberikan pesan bagaimana pentingnya proses pembelajaran harus menganndung subtansi pendidikan nilai, pendidikan karakter, dan pendidikan yang dapat mendorong terwujudnya sumber daya manusia Indonesia yang memiliki kompetensi abad 21 yang unggul dan kompetitif.
Sebagaimana pesan Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara, yang juga dikutip dalam Permendikbud tersebut “pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani).
Sejalan dengan Permendikbud tersebut, Kementerian Agama yang memfasilitasi pendidikan madrasah menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5163 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Pengembangan Pembelajaran pada Madrasah. Terkait penerapan kurikulum 2013, khususnya yang berhubungan dengan standar proses, Guru diharapkan lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan materi pembelajaran. Penerapan pendekatan saintifik diharapkan juga mampu mengubah iklim pembelajaran menjadi lebih aktif, kolaboratif, dan partisipatif, serta mampu merangsang kemampuan berpikir kritis dan analitis peserta didik, bahkan sampai membuat peserta didik menghasilkan sebuah karya. Pembelajaran diharapkan dapat berada pada level yang lebih tinggi baik pada aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dan peserta didik dapat memperoleh kelengkapan pendidikan karakter, literasi, kritis, dan kreatif yang terintegrasi pada kegiatan pembelajaran yang diikutinya. Pembelajaran yang semacam itu dinamakan pembelajaran berpikir tingkat tinggi, atau high order thinking skill (HOTS).
Jika memperhatikan subtansi kebijakan tersebut, pada situasi pembelajaran Covid-19, maka guru memiliki peran yang sangat strategis terutama dalam proses pembelajaran yang berorientasi pada mutu dan terwujudnya kompetensi abad 21. Peran guru yang terus dipotimalkan, sebagaimana termaktub dalam SK Dirjend tersebut, pertama; Merancang dan mengembangkan pengalaman belajar dan penilaian secara manual dan digital dengan mengintegrasikan berbagai alat dan sumber belajar yang relevan untuk mendorong peserta didik agar memiliki keterampilan berpikir lebih tinggi dan lebih kreatif.
Kedua, memfasilitasi dan menginspirasi belajar dan kreatifitas peserta didik sesuai karakter kacakapan yang diperlukan (4K = 4C (critical thinking, creative, communication, colaboration), yang dapat dilaksanakan antara lain dengan melibatkan peserta didik dalam menggali interkoneksi antara pengetahuan yang diperolehnya dengan isu dunia nyata (real world), termasuk dalam penggunaan teknologi.
Ketiga, Merancang dan menyediakan alat evaluasi yang bervariasi sesuai tuntutan kemampuan perkembangan dan mengolahnya sehingga dapat memberikan informasi yang berguna bagi peserta didik maupun pembelajaran secara umum. Keempat, Menjadi model cara belajar dan bekerja antara lain dengan menunjukkan kemahiran dalam sistem teknologi dan mentransfer pengetahuan ke teknologi dan situasi yang baru, dan berkolaborasi dengan peserta didik, teman sejawat, dan komunitas dalam menggunakan berbagai alat dan sumber yang relevan. Kelima, Berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan professional antara lain dengan berpartisipasi dalam masyarakat lokal dan global untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Melihat peran dan tanggung jawab guru pada masa home learning, konsep guru “pembelajar”, dikembangkan menjadi guru “merdeka” harus menjadi ruh dalam pembelajaran.
Hal itu, sejalan dengan konsep pembelajaran dalam kitab kitab Ta'lim Al-Muta'allim Thariq At-Ta'allum karya Imam Burhanuddin atau Burhanul Islam Az-Zarnuji dengan menyebut guru bukan sekedar mudarris atau mu’allim, lebih dari itu dia harus menjadi murabbi. Guru adalah seorang yang mampu menghadirkan ruhul mudarris, tidak sekedar transfer keilmuan, tapi juga mampu menjadi teladan dan mengayom berkesinambungan. Bahkan menurut Imam Ghozali dan diperkuat Kiai Hasyim Asya’ari dalam kitab adabut ta’lim muta’alim disebutkan guru harus mampu mengantarkan peserta didik untuk menggapai keselamatan dunai dan akhirat. Maka tidak ada cara lain, kecuali dia harus mampu berdaptasi dengan perubahan zaman dengan terus menjadi pembelajar.
Bagaimana konsep ruh mudarris menjadi sangat penting untuk memastikan proses home learing berjalan sesuai amanat UU Sisdiknas dan subtansi standar proses pembelajaran abad 21, seorang tokoh pendidikan pesantren modern, K.H. Imam Zarkasih mengatakan “atthoriqotu ahammu minal maaddah, al-mudarrisu ahammu minathoriqoh, wa ruhul mudarrisi ahammu minal mudarrisi binafsihi” bahwa metode itu lebih penting dari pada materi, guru lebih penting dari pada metode, dan di atas semua itu, ruh seorang guru lebih penting dari pada diri seorang guru itu sendiri.
Masa pembelajaran Covid-19 telah berjalan, secara otomatis salah satu unsur proses pembelajaran model abad 21 adalah memanfaatkan tekhnologi. Dengan berbagai pilihan aplikasi e-learning, guru secara sadar terdorong menjadi “pembelajar”, menajadi “merdeka”. Proses Pembelajaran semacam ini, semakin menguatkan pentingnya metode, model, pendekatan, dan strategi pembelajaran bagi guru sebagaiaman subtansi perkataan konsep pembelajaran menurut tokoh pendidikan pesantren modern, K.H. Imam Zarkasih.
Serta tidak berlebihan, jika ruhul mudarris dalam situasi pembelajaran covid-19 ini dihadirkan dalam optimalisasi implementasi stadar proses pembelajaran abad 21, dengan memanfaatkan aplikasi e-learning yang memungkinkan komunikasi dua arah, sehingga paling tidak rasa kangen tatap muka yang berimplikasi terbangun ikatan emosional dan kepercayaan dalam pembelajaran dapat terus terbangun. karena transfer ilmu dan nilai tidak akan terbangun tanpa adanya kepercayaan.
Sebagaimana Lisa Firestone, Ph.D., di laman Psychology Today, menulis artikel berjudul “5 Ways to Build Trust and Honesty in Your Relationship”. Artikel tersebut membahas 5 cara untuk membangun kepercayaan dalam hubungan anda. Yaitu; 1) Ketahui dirimu sendiri dan niatmu, 2) Buatlah perbuatanmu sesuai dengan perkataanmu, 3) Tuluslah dalam reaksimu, 4) Terbukalah untuk masukan, dan 5) Terimalah pasanganmu sebagai orang lain.
Pada tuntutan kompetensi dasar tertentu, ruhul mudarris hadir dengan menerapkan multistrategi pembelajaran dengan memanfaatkan alam sekitar dan lingkungan sosial di mana peserta didik tumbuh kembang. Dengan model problem base learning, peserta didik dibimbing menerapkan proses pembelajaran berbasis kompetensi abad 21 untuk melakukan analisis tentang masalah sosial yang ditimbulkan akibat covid-19, dan memberikan tawaran solusi dalam bentuk tindakan kongkrit sekecil apapun bagi lingkungannya, kemudian diminta membuat laporan dalam bentuk karya tulis sederhana. Sebagaimana pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, maka ruhul mudarris dalam masa covid-19, mampu memenuhi tuntutan proses pembejaran sesuai standar proses dan tuntutan kompetensi abad 21 dengan lebih bernilai bagi hidup dan kehidupan.
Lingkungan pembelajaran sebagaimana disebutkan dalam standar proses Bab I Pendahuluan “pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat”. Pesan itu dapat dimaknai oleh seorang guru dengan ruhul mudarris-nya dengan menghadirkan komunikasi dengan orang tua peserta didik secara berkesinambungan. Dengan memanfaatkan teknologi komunikasi, baik verbal, maupun visual, seorang guru harus mampu menciptakan komunikasi yang efektif dengan orang tua dan lingkungannya, sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam menciptakan budaya belajar dalam lingkungan pembelajaran. Maka dengan demikian semakin membuktikan kebermaknaan konsep “merdeka belajar”, setiap orang adalah guru, di mana tempat adalah sekolah.
Pandemi Covid-19 secara alamiah telah membawa hikmah untuk guru, agar memperkuat hadirnya ruhul mudarris dalam proses pembelajaran. Dengan kembali melakukan telaah kritis dan implementatif lembaran UU Sisdiknas, Permendikbud standar proses, SK Dirjen Pendis yang salah satunya tentang implementasi pendidikan abad 21 di lingkungan madrasah, melakukan refleksi sebagai guru pembelajar untuk merdeka belajar, serta bernilai, untuk peserta didik yang unggul, beakhlakul karimah, selamat dunia dan akhirat.
* Penulis adalah Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama/Guru MTsN 34 Jakarta/Dosen UNUSIA Jakarta