Jakarta (Humas MIN 17 Kepulauan Seribu) — Pagi itu, sinar matahari menyelinap lembut di antara pohon kelapa yang menjulang di halaman MIN 17 Kepulauan Seribu. Dari kejauhan, terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an bergema, mengalun khidmat dari para siswa yang duduk melingkar di lapangan. Inilah suasana khas setiap Jumat kedua dan keempat, saat madrasah ini menggelar kegiatan tahlil, tadarus, dan istighosah sebuah tradisi yang telah menjadi napas spiritual di lingkungan sekolah tersebut. Jum'at, (10/10/2025).
Sejak pagi, para siswa berbaris rapi dengan seragam hijau khas madrasah. Di barisan depan, tampak para guru mendampingi mereka dengan penuh kesabaran. Sulha, Koordinator Kesiswaan MIN 17, bersama Lili Kursila, memimpin jalannya kegiatan dengan suara lembut namun tegas. Anak-anak mengikuti bacaan tadarus dengan semangat, beberapa tampak serius menelusuri mushaf, sementara yang lain sesekali memperbaiki pelafalan mereka.
“Setiap kali kegiatan ini digelar, suasana madrasah menjadi berbeda,” ujar Bahtiaroni, Kepala MIN 17 Kepulauan Seribu, sambil tersenyum bangga. “Kami ingin anak-anak tidak hanya pandai membaca, tapi juga meresapi makna Al-Qur’an dan doa. Di sinilah kami membentuk karakter mereka dari hati yang tenang dan jiwa yang dekat dengan agama.”
Kegiatan berlanjut dengan pembacaan tahlil dan istighosah yang dipimpin oleh Sukana, guru Qurdits. Suaranya tenang, penuh penghayatan. Lantunan doa-doa itu memantul lembut di bawah rindangnya pepohonan, seolah menyatu dengan hembusan angin laut Pulau Tidung yang menenangkan. Para siswa menundukkan kepala, memejamkan mata, dan mengikuti setiap bait doa dengan khidmat.
Lebih dari sekadar rutinitas keagamaan, kegiatan ini juga menjadi ruang pendidikan karakter. Anak-anak belajar untuk disiplin, menghargai waktu, dan memahami pentingnya kebersamaan. Guru-guru pun tak sekadar membimbing, tapi memberi teladan dengan hadir dan ikut larut dalam suasana ibadah.
Sulha mengakui, kegiatan yang dilakukan dua kali dalam sebulan ini memberi dampak positif. “Kami melihat anak-anak menjadi lebih tenang dan bersemangat. Mereka belajar bahwa ibadah bukan hanya kewajiban, tapi juga kebutuhan hati,” katanya. Menurutnya, doa dan tadarus di halaman sekolah menjadi momen refleksi spiritual yang menyejukkan jiwa, di tengah padatnya aktivitas belajar.
Menjelang akhir kegiatan, para siswa menutup dengan doa bersama. Wajah mereka tampak cerah, memancarkan ketenangan. Di halaman sederhana yang dikelilingi pepohonan kelapa dan bangunan hijau khas madrasah itu, tradisi religius terus hidup menumbuhkan harapan bahwa dari pulau kecil ini, akan tumbuh generasi yang cerdas dalam ilmu, kuat dalam iman, dan lembut dalam akhlak. (j)