Artikel

Tiga Kata, Aduh

blog

Illustrasi Foto (Kemenag RI DKI Jakarta)

Dia bernama Sya’ban. Seorang pria  yang selalu salat fardu berjamaah di masjid. Tempat yang paling disukai saat berada di masjid adalah pojok kanan. Dia beralasan mengapa tempat itu terbaik? Karena tidak dilewati dan melewati orang. Pintu di masjid itu berada di sisi kiri.

Suatu hari, Nabi belum melihat Sya’ban di masjid itu. padahal waktu subuh sudah tiba. Ditunggunya beberapa saat, juga tak muncul-muncul. Maka dimulailah salat subuh di masjid itu tanpa Sya’ban. Setelah selesai salat subuh dan berdzikir, Nabi pun bertanya kepada para sahabat. ”Adakah diantara kalian yang tahu rumah Sya’ban?” tanya Nabi. “Saya tahu wahai Nabi.”ujar sahabat itu. “Tolong antarkan saya ke rumah Sya’ban sekarang.” Maka berangkatlah Nabi dengan beberapa sahabat. Rombongan berangkat kira-kira pukul lima pagi jika waktu di Indonesia.

Setelah melakukan perjalanan, maka sampailah Nabi dan rombongan di rumah Sya’ban pukul delapan. Ternyata setiap hari Sya’ban menempuh perjalanan 3 jam agar sampai ke masjid. Dan tidak pernah ia tinggalkan sepanjang hidupnya kecuali hari ini. Itu alasan Nabi mengapa harus berkunjung ke rumah Sya’ban. Ada apa gerangan dengan sya’ban sehingga hari ini tidak salat berjamaah subuh di masjid. Sakitkah? Atau ada penyebab lain.

Sampailah mereka di depan pintu rumah Sya’ban. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” ujar sahabat sambil mengetuk pintu. “Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh” terdengar suara wanita dari dalam. Siapakah wanita itu? “Benarkah ini rumah Sya’ban?”tanya sahabat sedikit ragu. “Benar ini rumah Sya’ban. Dan saya adalah istrinya.”   Jawab wanita itu.

Setelah dipersilakan masuk maka bertanyalah nabi kepada istrinya. “Apa gerangan yang menyebabkan Sya’ban subuh pagi ini tidak salat berjamaah di masjid”. “Sya’ban tadi pagi meninggal dunia, sehingga ia tidak pergi salat subuh” Jawab wanita itu sambil menundukkan kepala. “Inna lillahi wainna ilaihi rajiun”, serempak kalimat itu terlontar bersama.

Jauhnya jarak dan hal - hal lainnya bagi Sya’ban bukan penghalang untuk selalu salat lima waktu berjamaah di masjid. Ternyata hanya ajal yang menjadi penyebab Sya’ban tidak salat subuh berjamaah.

Adakah pesan atau kata-kata sebelum Sya’ban meninggal” tanya Nabi. “Ada. Sampai sekarang saya tidak tahu apa itu artinya. Sebelum meninggal dia mengucapkan tiga aduh. Aduh, kenapa tidak lebih jauh. Aduh, mengapa tidak yang baru. Aduh, mengapa tidak semuanya”, jelas istri Sya’ban.

Nabi pun menjelaskan maksud apa yang dikatakan Sya’ban tentang tiga kata itu. Dalam surat Al   Qaf ayat 22, “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, Maka kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, Maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.”   dijelaskan bahwa saat menjelang kematian, akan tersingkap kebiasaan baik dan buruk kita selama dalam kehidupan. Pada hari itu, kita melihat film kita sendiri selama hidup.

Sepanjang hayat Sya’ban tak lepas dari salat berjamaah. Digambarkan betapa tiap langkahnya menuju masjid tercatat amal baik yang begitu banyak. Jarak dan waktu Sya’ban dari rumah menuju masjid dicatat dengan pahala yang begitu besar. Maka Sya’ban berucap, aduh, mengapa tidak lebih jauh. Andai jarak dari rumah dan masjid itu lebih jauh lagi. Pahala dan kebaikan yang didapat pasti akan lebih banyak.

Selanjutnya, suatu hari Sya’ban memberikan baju-baju yang menurut dia masih layak dipakai. Karena Sya’ban bukan pemuda kaya raya yang mempunyai baju yang banyak dan bagus-bagus. Maka hanya itu yang dapat ia berikan. Ternyata perbuatan itu mendapat balasan dari Allah dengan pahala yang luar biasa. maka dia ucapakan, aduh, mengapa tidak yang baru. Andai dia memberikan baju yang baru, pahalanya pasi akan lebih banyak lagi.

Suatu hari, datanglah pengemis ke rumah Sya’ban. Dia menceritakan bahwa sudah berhari-hari dia belum makan. Kebetulan memang waktu itu saatnya makan. Tapi karena dia juga sangat lapar dan hanya satu piring makanan yang tersedia, maka dia bagi dua. separuh untuk pengemis dan separuhnya untuk makan dirinya. Maka dilahapnya makanan itu. Setelah habis dan merasa kenyang, pengemis itu mengucapkan terima kasih dan undur diri. Barulah Sya’ban makan. Perbuatan Sya’ban terhadap pengemis itu dibalas oleh allah dengan pahala yang tiada terkira. Makanya sya’ban mengucapkan, aduh, mengapa tidak semuanya. Andai ia tidak lapar dan memberikan semua makanannya, pasti Allah akan memberikan pahalanya lebih banyak lagi. Waalahu A’lam Bisshawab. (Saripah/PIC/MIN9)

Terkait