Jakarta [Humas Kankemenag Jakarta Utara] --- Penyelenggara Buddha Kankemenag Jakarta Utara, Mugiyanto menghadiri Waisak Bersama [Yu Fo] 2569 BE/2025 di Balai Samudera Jakarta. Jumat, [02/05/2025].
Kegiatan yang bertemakan "Tingkatkan Pengendalian Diri Untuk Mewujudkan Perdamaian Dunia" ini diadakan oleh Sangha Mahayana Indonesia (SMI) dengan Majelis Mahayana Indonesia (MAHASI).
Yu Fo yang berarti "mandi Buddha", adalah salah satu tradisi yang umum dilakukan selama Waisak, di mana umat Buddha memandikan patung Buddha dengan air bunga sebagai simbol pembersihan atau pemurnian.
Mugiyanto menuturkan, Yu Fo erat kaitannya dengan ajaran agama Buddha bahwa setelah wafatnya Buddha Gautama, menjadi tradisi untuk memandikan patung Buddha kecil untuk memperingati kelahirannya. Selain melambangkan pemurnian batin, dipercaya bahwa tindakan memandikan Buddha dapat membantu membersihkan dosa-dosa umat Buddha.
"Sebetulnya kita tidak betul-betul memandikan Buddha. Melainkan pembersihan batin melalui upacara yang melibatkan Buddha eksternal, dan penekanannya adalah pada pemurnian hati," ujar Mugiyanto.
Mugiyanto menambahkan, ritual pemandian patung Buddha saat masih kecil [Rupang Buddha] adalah bagian dari rangkaian Tri Suci Waisak. Penyiraman patung dengan air bercampur bunga diyakini sebagai simbol pembersihan batin dan penyucian diri.
"Mandi Buddha kecil adalah ritual penting dalam perayaan Waisak ini. Dia memiliki makna simbolis pembersihan batin dan penyucian diri yang merupakan bagian dari upaya mengamalkan ajaran dan memperingati kelahiran Buddha," pungkasnya.
Pada kegiatan tersebut, umat Buddha terlihat menyiramkan air suci [air bercampur bunga] ke patung Buddha kecil setelah kebaktian atau pembacaan paritta oleh Bhikkhu. Air yang disiramkan ke dahi saat berdoa pun diyakini memiliki kekuatan untuk mengabulkan harapan dan membawa keberuntungan.