Berita

Tangis dan Haru di Lantai Dua MAN 9

Senin, 31 Desember 2018
blog

Illustrasi Foto (Kemenag RI DKI Jakarta)

Jakarta (Humas MAN 9) --- Suara tangis diselingi tawa menyeruak dari ruang kelas lantai dua MAN 9 Jakarta. Suara-suara keluar dari mulut bocah-bocah yang sedang dikhitan. Sedangkan suara tawa keluar dari mulut para orang tua. Ya, MAN 9 Jakarta bekerja sama dengan Ikaman (Ikatan Alumni MAN) 9  menggelar bakti sosial khitanan massal dalam rangkaian peringatan Milad ke-28 sekolah yang dikepalai oleh Dra. Yessy Anwar itu.

Bertempat di lantai dua, tiga ruang menjadi saksinya. Pertama ruang pendaftaran, kedua ruang tunggu, ketiga ruang khitan. Di sini terdapat lima tempat tidur. Khitan dimulai jam 7.30 WIB. Tim medis terdiri dari 5 orang dokter dan asisten 11 orang diketuai oleh dr. Muhammad Makky Zamzami, MARS dari Klinik Pratama Manar Medika, Depok.

Makky yang ditemui di lokasi acara mengatakan bahwa tim mereka adalah tim yang solid. Mereka sudah sering terlibat dalam bakti sosial, utamanya khitanan massal. Mereka adalah sahabat-sahabat yang telah melakukan khitannan massal sejak mereka sama-sama di bangku kuliah di YARSI Jakarta.

“Kami ini dulu kuliah di kampus yang sama di YARSI. Jadi, sejak mahasiswa kami sudah bisa mengkhitan”, ujar dr Makky, di sela-sela acara, Sabtu, (15/12).

Makky mengungkap, sebenarnya mereka cukup sering melakukan khitanan massal di saat liburan sekolah. “Acara ini ramai sekali, meriah pula. Kedepannya kalau bisa ini jadi agenda rutin, agar dapat terus membantu anak-anak dari keluarga yang membutuhkan”, katanya menanggapi acara yang digelar MAN 9.

Menyangkut usia anak layak sunat, pria lulusan pesantren ini mengatakan tak ada batasan usia. Hanya saja yang dibutuhkan adalah kesiapan psikologi anak. Dia bercerita sepanjang pengalamannya, tak jarang ia kena ludah dan kena kencing dari bocah-bocah.

“Bagi kalangan keluarga dari masyarakat tradisional kan ada yang mengatakan si anak harus meludah untuk menghindari rasa takut. Jadilah kadang kami ini diludahi saat mengkhitan”, katanya tertawa mengingat kejadian di tempat lain yang pernah dialaminya.

Tak  hanya ludah, terkadang baju mereka basah terkena kencing bocah. ”Wah, ada juga baju kami basah kena kencing. Penyebabnya, si anak itu mungkin kelamaan menunggu antrean, dia nahan kencing. Saat dapat giliran, naik ke tempat tidur. Mungkin bercampur rasa takut. Saat baru saja akan disuntik eeeh muncrat kencingnya kena baju kami”, ujarnya terkekeh.

Masih penuturan dr. Makky,  sebenarnya waktu yang dibutuhkan seorang dokter untuk mengkhitan hanya 10 menit. Namun terkadang si anak belum siap, hal ini yang membuat waktu jadi panjang. Anak harus berada dalam kondisi tenang dan nyaman. Tapi  banyak kejadian, sia anak tidak tenang. Mungkin karena pengaruh dari informasi yang dia terima yang mengatakan khitan itu sakit dan lain sebagainya.

“Bagi anak yang gelisah, kami berusaha menenangkan, membujuk. Kita harus jujur, memang khitan itu ada sakitnya, hanya saat disuntik saja. Itu kita sampaikan ke si anak. Yang lebih penting persiapan anak-anak itu sendiri. Karena kalau anak-anak itu sudah siap, kerja kami semakin mudah. Artinya psikologinya anak matang dulu. Psikologi matang itu beda-beda.  Ada anak yang tenang, tapi tiba-tiba saat antri ia dikerjai temannya. Gelisah atau menangis, kita jadi takut salah suntik”, bebernya.

Wilda, seorang ibu yang mendampingi dua anaknya yaitu Bari Muhammad Harun kelas 4 SD dan Wisnu Muhammad Harun siswa SD 05 Pagi Duren Sawit menyampaikan ucapan terimakasih. “Saya tahu informasi ini dari IKM Duren Sawit, saya daftarkan anak saya. Terimakasih untuk panitia, kami senang sekali”, ujar warga Nusa Indah ini.

Sementara itu, Sekretaris Panitia Pelaksana Hj. Een Mahmuzoh mengatakan ia merasa terharu karena dapat memberi sesuatu yang berarti bagi peserta khitan massal ini. Ia mengungkap peserta khitan terdiri dari 61 orang. Peserta termuda usia 3 tahun dan ada satu orang usia 18 tahun.

“18 tahun, dia anak tanpa identitas. Tak diketahui keluarganya. Maksudnya, anak jalanan yang kemudian diasuh oleh panti. Dia didaftarkan dan didampingi oleh pengasuh panti,” ujar Een.

Selanjutnya Een mengatakan soal persiapan, mulai dari perencanaan sejak September 2018. Persiapan lainnya pencarian dana untuk memenuhui kebutuhan khitmas, tim medis, kebutuhan anak, perlengkapan anak seperti baju koko, kain sarung celana batok. Ini semua donasi dari alumni, LAZNAS BSM, dan pihak lain,” jelasnya. 

Apakah akan dilaksanakan rutin? “Kita tak bisa memastikan.Karena kegiatan  ini kan kerjasama alumni dengan pihak sekolah. Ke depan  tentu akan kita bahas. Terpenting, kegiatan yang telah dilaksanakan ini menurut saya banyak membantu bagi masyarakat sekitar sekolah”, sambungnya.

Een mengungkap bahwa sebenarnya kagiatan ini disambut antusias oleh masyarakat. “Ada seorang ibu di Jatiwaringin yang datang ke rumah saya. Dia menelusuri informasi khitmas ini yang beritanya ia dapat dari kurir sekolah dan dia mendaftarkan anak kembarnya. Saya sampaikan apa adanya. Beberapa minggu sebelum pelaksanaan ia kembali menelpon. Dan, saat pelaksanaan ia menemui saya di lokasi mengucapkan terimakasih”.

“Wajahnya senang, mengucapkan terimakasih kepada kita dan sekolah. Begitu terharunya dia”, ujar Een yang saat diwawancarai juga terharu.

Senada dengan Een, Fardila dan Siti Rukoyah sebagai penanggung jawab khitanan massal menyampaikan hal serupa. “Kita senang, terharu karena kita bisa membantu warga sekitar yang kurang mampu untuk khitan anaknya. Jadi paling tidak kegiatan ini bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan memberi nama baik bagi sekolah serta alumni MAN”./sym

 

Terkait