Jakarta (Humas Kankemenag Kota Jakarta Timur) — Tidak ada yang tahu kapan doa akan dikabulkan. Begitu pula yang dialami Adila Al Jufri, seorang ibu tunggal dari lima anak, yang akhirnya berkesempatan menunaikan ibadah haji tahun ini setelah menanti selama 13 tahun.
Kisah haru ini ia bagikan saat ditemui di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, menjelang Manasik Haji Akbar pada Sabtu, 19 April 2025.
Tiga belas tahun lalu, Adila memberanikan diri mendaftar haji, walau kala itu hidupnya penuh dengan keterbatasan. Impian itu sudah lama tumbuh dalam hatinya, bahkan sejak sang suami tercinta, Al Jufri, masih hidup sebelum akhirnya berpulang puluhan tahun silam.
Setelah kepergian suami, hidup Adila berubah total. Perempuan keturunan Arab yang lahir di Ambon dan besar di Papua ini harus menghidupi lima anak seorang diri. Sang suami semasa hidupnya melarang Adila bekerja di luar rumah, karena merasa menjadi tanggung jawabnya sepenuhnya sebagai kepala keluarga.
“Saya nurut saja sama suami, jadi ibu rumah tangga. Tidak tahu kalau usianya pendek, meninggal saat anak-anak masih kecil,” kenang Adila, matanya menerawang.
Keterpurukan sempat melanda, namun tidak berlangsung lama. Dukungan keluarga suami membuat Adila bangkit. Ia memilih untuk tidak menikah lagi dan memfokuskan hidupnya untuk membesarkan anak-anak. Hingga suatu hari, kesempatan itu datang tanpa disangka.
Saat berkunjung ke rumah seorang teman, ia melihat tumpukan pakaian yang belum terjual. Tanpa ragu, ia menawarkan diri untuk membantu menjualkan baju-baju itu.
“Sejak saat itu saya mulai jualan baju. Untungnya buat makan sehari-hari,” ujar Adila dengan logat khas Timur yang kental.
Penghasilan dari berjualan baju, meski tidak besar, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dari mengontrak rumah hingga akhirnya bisa membeli rumah sendiri di Cipinang Muara, semua diraihnya lewat ketekunan dan kerja keras.
Kisah perjuangan Adila penuh keikhlasan. Ia dan anak-anak terbiasa hidup serba kekurangan, makan sehemat mungkin, namun tetap penuh syukur. Anak-anaknya pun tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, dengan prestasi akademik membanggakan, bahkan anak bungsunya berhasil meraih beasiswa pendidikan advokat di Kalimantan.
Modal Nekat dan Keyakinan
Adila mendaftar haji pada 2012, hanya bermodalkan keyakinan dan tabungan kecil dari hasil jualan pakaian secara kredit. Ia memilih mendaftar sebagai jemaah mandiri agar biaya lebih terjangkau.
“Pokoknya daftar dulu, nanti Allah yang mudahkan,” katanya tegas.
Perjalanan tidak selalu mulus. Ia harus menghadapi tantangan berjualan hingga malam, bahkan pernah kehabisan transportasi umum. Namun, semua kesulitan itu dihadapi dengan hati yang teguh.
Waktu pelunasan biaya haji pun tiba. Tanpa diduga, Adila mendapat rezeki berupa warisan dari keluarganya. Uang itu ia gunakan untuk melunasi biaya haji, menggenapi doa-doanya selama ini.
Bahkan kabar keberangkatannya datang dengan cara yang unik. Karena mengganti nomor telepon dan tidak mendapat pemberitahuan resmi, informasi keberangkatan ia terima lewat tetangga yang kebetulan tahu. Bagi Adila, ini adalah bagian dari skenario indah dari Allah.
“Hingga saat ini, Alhamdulillah, tidak ada lagi yang saya khawatirkan. Kalau Allah sudah panggil, Allah pula yang jaga saya sampai pulang ke tanah air,” tutupnya dengan senyum penuh syukur.
Kisah Adila Al Jufri menjadi bukti nyata bahwa keyakinan, kesabaran, dan usaha tak pernah mengkhianati hasil. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak.