Jakarta (Humas MTsN 7 Jakarta) -- Semarak gempita mewarnai Jumat pagi (15/11/2024) di lingkungan MTs Negeri 7 Jakarta Timur. Secara bergantian, para peserta didik dimulai dari kelas 9, 8, lalu 7 melakukan simulasi kegiatan demonstrasi. Simulasi ini merupakan puncak kegiatan projek Kurikulum Merdeka P5RA dengan tema Demokrasi.
Kelas 9 melakukan simulasi demonstrasi untuk menuntut pemerintah daerah dalam penanganan banjir. Kelas 8 melakukan simulasi demonstrasi untuk menuntut diperluasnya peluang mendapatkan lapangan pekerjaan. Sementara itu, kelas 7 melakukan simulasi demonstrasi untuk memperjuangkan keadilan dalam pendidikan.
Tim guru pada tema Demokrasi ini merancang kegiatan sedemikian rupa agar peserta didik mendapatkan pengalaman terbaiknya dalam pembelajaran. Peserta didik dibagi tugas untuk membawakan beberapa peran yakni sebagai gubernur, jubir gubernur, ajudan gubernur, polisi, tim medis, orator, korlap, provokator, dan para demonstran.
Seluruh peserta didik menampilkan peran dengan penuh karakter dan menjiwai. Bhima Aditya Sechan yang bertugas menjadi gubernur memakai kostum resmi dengan jas, dasi, dan peci hitam. Tak lupa, ia juga membawa teks tanggapan gubernur yang sudah disiapkan. Sementara itu, para ajudan gubernur sejumlah 3 orang juga dilengkapi dengan handy talkie. Selain itu, M. Fairudz Hibati yang berperan sebagai orator juga siap dengan menggunakan jas almamater berwarna kuning sambil membawa megaphone.
Peserta didik yang bertugas sebagai polisi pun dilengkapi dengan seragam polisi dan perlengkapannya. Begitu juga dengan tim medis, siap sedia dengan perlengkapan pertolongan pertama dan tandu. Polisi dan tim medis diposisikan menyebar pada tiap titik lapangan yang digunakan sebagai tempat simulasi demonstrasi.
Dengan aba-aba dari guru, seluruh peserta didik memulai simulasi demonstrasi dari luar lapangan MTsN 7 Jakarta Timur. Tiap kordinator lapangan yang mewakili kelas masing-masing berjalan memimpin sambil menyerukan tuntutan-tuntutan mereka. Peserta didik lainnya membawa poster-poster tuntutan dan aspirasi yang ingin mereka suarakan. Tak lupa, kemeriahan simulasi ini juga diiringi dengan yel-yel dan tabuhan ritmis dari drum yang dibawa peserta didik. Mereka juga mengibarkan bendera-bendera yang awalnya memang merupakan bendera kreativitas kelas mereka masing-masing sehingga simulasi ini tampak lebih nyata.
Setibanya di tengah lapangan, para peserta didik yang berperan sebagai orator secara bergantian menyampaikan orasinya, mereka juga lalu menyerahkan petisi untuk gubernur melalui jubir gubernur. “Kita di sini, menuntut pemerintah untuk segera memperbaiki drainase air. Kami tidak butuh kata-kata, kami butuh aksi nyata!” seru Fairudz yang penuh semangat berperan sebagai orator.
Setelah itu, peserta didik yang berperan sebagai gubernur menemui para demonstran, mendengarkan aspirasi mereka, dan memberikan tanggapannya. Simulasi demonstrasi ini menjadi praktik aksi damai dan memberikan pengalaman yang berharga bagi peserta didik di luar kelas.
“Simulasi ini sudah baik dan berjalan sesuai dengan rencana. Secara keseluruhan mereka sudah membawakan peran secara apik. Akan tetapi, tentu saja tetap menjadi pantauan kita semua karena ini simulasi pengerahan massa. Kita sebagai guru juga perlu memberikan penjelasan bagaimana aksi damai yang sebenarnya dan tantangan para agen perubahan ini pada realita yang terjadi ketika berdemonstrasi,” ucap Umu Habibah, salah satu tim guru pada projek P5RA ini. /nm