Jakarta (Kemenag)---Dirjen Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani memastikan hanya Kementerian Agama yang berwenang mengeluarkan rekomendasi santri untuk kuliah di Universitas Al-Azhar. Rekomendasi itu sekaligus menjadi legalitas keberangkatan calon pelajar dan mahasiswa ke Mesir.
Hal tersebut ditegaskan pria yang akrab disapa Dhani menyusul adanya pesantren yang memberikan jaminan pelajarnya belajar dan kuliah di Mesir sebagai bagian dari promosi pondoknya.
"Kemenag sudah bekerjasama dengan Al-Azhar dalam rekrutmen pelajar yang akan sekolah atau mahasiswa yang akan kuliah di sana. Jadi, hanya Kemenag yang berwenang mengeluarkan rekomendasi kepada para santri atau calon mahasiswa yang telah lulus seleksi," tegas Dhani di Jakarta, Rabu (02/09).
Menurut Dhani, Ditjen Pendidikan Islam sudah pernah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE/Dj.I/PP.00.9/486/2014 tanggal 27 Februari 2014. Edaran ini mengatur tentang ketentuan untuk mendapatkan rekomendasi bagi pelajar dan mahasiswa Indonesia yang melanjutkan Studi Islam ke luar negeri.
Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Agama yaitu:
1. Mengajukan surat permohonan ke Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI;
2. Melampirkan surat keterangan bahwa yang bersangkutan telah terdaftar di lembaga pendidikan luar negeri;
3. Melampirkan surat keterangan KBRI tentang status lembaga pendidikan yang dituju;
4. Melampirkan surat pengantar dari Kemenag tempat domisili (Kabupaten/Kota);
5. Melampirkan biodata lengkap pemohon;
6. Melampirkan ijazah yang telah dilegalisir dan terdaftar di Kementerian Agama atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; dan
7. Melampirkan foto copy paspor.
"Keberangkatan pelajar Ibbas ke Mesir dilakukan secara non prosedural serta tanpa sepengetahuan Kemenag. Ditjen Pendidikan Islam tidak pernah mengeluarkan rekomendasi belajar ke luar negeri bagi lulusan Pesantren Ibnu Abbas Serang," ujarnya.
"Pesantren Ibnu Abbas Serang juga tidak pernah mengajukan permohonan rekomendasi ke Ditjen Pendidikan Islam," sambungnya.
Kemenag tengah bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri untuk menelusuri persoalan yang menimpa sejumlah santri Ibbas. Jika terbukti ada aktivitas yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, itu akan diserahkan kepada aparat penegak hukum.
Dhani berharap masyarakat tidak mudah percaya jika ada pihak menjamin belajar atau kuliah di luar negeri, termasuk Al-Azhar. Perlu ditelisik apakah proses keberangkatannya dilakukan secara prosedural, dengan rekomendasi Kemenag atau tidak. Kemenag, lanjut Dhani, rutin melakukan proses seleksi masuk Universitas Al-Azhar dan itu digelar terbuka sehingga bisa diikuti seluruh santri.
"Mereka yang lulus, akan mendapat rekomendasi, baik jalur beasiswa maupun mandiri," lanjutnya.
Menurut Dhani, saat ini tidak kurang dari 6000 mahasiswa Indonesia yang belajar di Al-Azhar. Setiap tahun, minat calon mahasiswa untuk berangkat ke Al-Azhar terus meningkat. "Karenanya, Kemenag membuat regulasi, salah satunya dengan melakukan seleksi untuk diberikan rekomendasi,” imbuhnya.
Kemenag juga telah bekerjasama dengan Pusat Bahasa Al-Azhar (Pusiba) Cabang Indonesia dalam menyiapkan kompetensi bahasa calon mahasiswa Al Azhar. Pusiba dikelola oleh Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Al-Azhar, di bawah kepemimpinan TGB. M. Zainul Majdi. Berkantor di Bekasi, Pusat Bahasa ini adalah cabang pertama yang dibuka di luar Mesir, dan diresmikan para petinggi Al-Azhar yang dipimpin Deputi Grand Syeikh Al-Azhar, Syeikh Shaleh Abbas
“Persiapan bahasa calon mahasiswa Indonesia di Al-Azhar dilakukan melalui satu pintu, yaitu di Pusat Bahasa ini, karena langsung berada di bawah supervisi Al-Azhar,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Waryono. Menurutnya, pemberangkatan santri untuk kuliah ke Al Azhar harus berdasarkan rekomendasi Kemenag.
"Kalau resmi, harus ada rekomendasi dari Kemenag," tandasnya.