Jakarta [inmasJP] --- Salah satu anggota Saber Pungli Bidang Pencegahan, Hartawan menyampaikan beberapa hal tentang Pungutan yang dibenarkan. Selasa (09/10).
Pertama, pungutan yang dimaksudkan bagi kepentingan sosial/bantuan atau kegiatan sosial dengan tidak bersifat memaksa/tidak wajib/bukan suatu keharusan yang apabila tidak dilaksanakan tidak memiliki konsekuensi/dampak/akibat secara langsung kepada yang dipungut biaya. Contohnya seperti sumbangan korban bencana alam dll.
Kedua, segala pungutan atas kesepakatan bersama karena adanya suatu aktifitas guna kepentingan bersama dengan tidak ada unsur pemaksaan/atas dasar kesadaran demi kepentingan bersama dan tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan pribadi dan atau sekelompok orang. Contohnya ialah sumbangan perayaan HUT Kemerdekaan RI.
Ketiga: segala pungutan yang telah diatur dalam aturan agama dan/atau hukum adat serta kegiatan yang bersifat keagamaan dan /tau adat dengan tidak bersifat memaksa atau tidak wajib dan bukan keharusan yang apabila tidak dilaksanakan tidak memiliki konsekuensi/dampak/akibat secara langsung kepada yang dipungut biaya kecuali dari ajaran agamanya dan/atau adat yang dianut masyarakat. Contohnya zakat, infak dll.
“ Ketiga hal ini dimungkinkan mengalami perbedaan pendapat bila tidak diatur secara jelas,” ujarnya saat menjawab pertanyaan dari Kepala MTsN 9, Rosyadah.
“Bahwa pungli disebabkan adanya kesempatan, kebutuhan, dan yang bahaya karena keserakahan,” jelas Hartawan.
Peraturan yang tidak mengatur secara lugas dapat menimbulkan kesempatan berkembangnya perilaku pungli.
“Bicara pungli berarti bicara perilaku dan bukan besaran nilainya,” sambungnya. Sehingga meskipun pungli hanya seribu atau sejuta, sebabnya adalah sama ‘perilaku yang tidak terpuji’.
Tampak dihadiri Kepala KanKemenag Kota Jakarta Pusat Mukhobar, para eselon IV dan seluruh JFU dilingkungan Kemenag Jakarta Pusat. /j15