Jakarta (Humas Kemenag DKI) --- Staf Khusus Menteri Agama, Farid F. Saenong, menegaskan pentingnya penguatan epistemologi keagamaan yang lebih menekankan karakter kasih sayang Tuhan dalam menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam rapat koordinasi kerukunan umat beragama yang digelar Kantor Wilayah Kementerian Agama DKI Jakarta.
Farid menjelaskan, Menteri Agama telah menyampaikan ide pokok terkait kerukunan yang berinteraksi dengan beberapa program prioritas (asta protas) Kementerian Agama, khususnya kurikulum cinta dan ekoteologi. "Kita ingin menegaskan kembali satu epistemologi yang kuat, misalnya tentang cara kita memandang Tuhan dengan segala atribut dan sifat-sifat yang dikenakan kepada Tuhan," ujar Farid, Kamis (09/10).
Dalam paparannya, Farid menyebut bahwa Menteri Agama sering menekankan karakter Tuhan yang lebih feminin dibandingkan maskulin. Dari 99 nama Tuhan dalam Islam misalnya, 95 persen mengajak umat untuk menyayangi orang lain. "Pak Menteri sering menyebut Tuhan itu jauh lebih feminin karakternya daripada karakter-karakter maskulinnya. Semua mengacu pada sifat-sifat seperti Ar-Rahman Ar-Rahim," jelasnya.
Farid mempertanyakan kontradiksi yang terjadi di masyarakat, dimana Tuhan yang dicitrakan lebih feminin justru memiliki umat yang terlalu maskulin. "Tuhan itu lebih feminin, tetapi umatnya terlalu maskulin. Dalam pengertian sangat agresif, suka mengalahkan, suka mengeksploitasi, yang penting orang lain tunduk," ungkapnya.
Stafsus Menag ini juga menyoroti bahwa konflik-konflik yang terjadi selama ini, baik global maupun lokal, banyak diwarnai atas nama agama. Menurutnya, hal ini sangat tidak sejalan dengan karakter Tuhan yang penuh kasih sayang. "Kita tidak bisa mengingkari bahwa ternyata konflik-konflik yang ada selama ini, sifatnya global ataupun lokal, banyak diwarnai atas nama agama. Ini sangat tidak sejalan dengan karakter Tuhan," tegasnya.
Farid mengingatkan tentang tujuan penciptaan manusia yang harus berlawanan dengan protes malaikat soal penumpahan darah dan kerusakan. Ia menyebut warisan kebencian dari masa lampau, termasuk perang salib yang berlangsung tiga abad, masih mempengaruhi pola pikir umat beragama hingga kini. "Kita mewarisi konteks kebencian itu dari perang agama. Dan itu yang mempengaruhi pola kita berpikir, menerjemahkan teks-teks agama ke dalam kehidupan sehari-hari," paparnya.
Terkait ekoteologi, Farid menyebut pentingnya reinterpretasi konsep teologis tentang lingkungan, termasuk konsep taskhir dalam Islam tentang dunia yang ditaklukkan untuk manusia. "Bukan cek kosong untuk mengeksploitasi alam raya. Dalam ayat-ayat lain, banyak yang mengajak kita untuk memelihara lingkungan," ujarnya.
Farid mencontohkan keberhasilan program Keluarga Berencana era Orde Baru yang efektif setelah menggunakan pendekatan agama. "Masalah climate change, masalah sekuler, tetapi harus kita sampaikan ke masyarakat dengan bahasa agama bahwa memang ada persoalan teologi kita tentang lingkungan," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Farid juga menyinggung pentingnya peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam memberikan contoh toleransi. "Gimana masyarakat kita mau belajar dari FKUB kalau di FKUBnya sendiri penuh dengan persoalan juga," katanya.
Rapat koordinasi yang dihadiri Kepala Kanwil Kemenag DKI Jakarta Adib, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Adib Abdushomad, Staf Khusus Gubernur Nong Darol Mahmada, dan seluruh Kepala Kantor Kemenag Kab/Kota, Kepala Suku Badan Kesbangpol Kab/Kota, Ketua Forum KUB tingkat Kota/Kab, ini bertujuan menerjemahkan ide-ide kerukunan ke dalam program yang lebih aplikatif. "Mudah-mudahan kita semua bisa menerjemahkan ide-ide ini dengan pola-pola baru sehingga cita-cita kita khususnya di FKUB tidak menjadi momok tersendiri," pungkas Farid.