Jakarta (Kemenag) – Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa pesantren memiliki peran fundamental dalam membangun peradaban bangsa Indonesia. Ia menyebut, wajah Indonesia yang santun dan berakhlak tidak lepas dari peran pesantren sebagai pusat spiritualitas, ilmu, dan keadaban.
"Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi jantung peradaban bangsa. Dari pesantren lahir generasi yang tidak hanya cerdas pikirannya, tetapi juga bersih hatinya," ujar Menag di Aula H.M. Rasjidi, Kantor Kemenag Thamrin, Senin (20/10/25).
Hal itu disampaikan Menag dalam sambutannya pada Malam Anugerah Pesantren Award 2025 di Jakarta. Acara ini menjadi puncak penghargaan bagi pesantren, santri, dan tokoh bangsa yang berkontribusi besar dalam penguatan pendidikan Islam dan pemberdayaan masyarakat.
Turut hadir, Sekretaris Jenderal Kemenag Kamaruddin Amin, jajaran pejabat Kementerian Agama dan juga tokoh-tokoh pesantren nasional.
Menag menjelaskan, pesantren adalah lembaga yang mengajarkan ilmu yang bersumber dari Allah, bukan sekadar dari guru. “Guru hanya perantara. Ilmu itu bukan milik manusia, tetapi milik Allah yang dititipkan kepada mereka yang menjaga kebersihan hati,” tuturnya.
Ia juga menegaskan bahwa keberkahan ilmu tidak hanya diukur dari kecerdasan, tetapi dari akhlak dan penghormatan santri kepada guru. “Ilmu tidak akan masuk ke hati yang kotor. Hormat kepada guru adalah kunci keberkahan pengetahuan,” tegasnya.
Dalam penjelasannya, Menag mengaitkan tradisi pesantren dengan kisah Nabi Musa dan Khidir dalam Surah Al-Kahfi. Ia menyebut bahwa pertemuan keduanya menggambarkan pertemuan antara dua sumber ilmu, yaitu nalar dan intuisi.
“Di Barat, ilmu berkembang dari logika. Di Timur, ilmu tumbuh dari rasa. Pesantren adalah sintesis keduanya, tempat di mana akal dan spiritualitas berjalan seimbang,” jelasnya.
Menurut Menag, keunggulan pesantren terletak pada kemampuannya menjaga keseimbangan antara rasionalitas modern dan nilai-nilai ilahiah. Karena itu, pesantren menjadi benteng moral di tengah tantangan globalisasi dan digitalisasi.
Dalam kesempatan itu, Menag turut memaparkan gambaran terkini mengenai ekosistem pendidikan pesantren di Indonesia yang semakin berkembang pesat. Secara keseluruhan, Indonesia kini memiliki lebih dari 12,6 juta santri yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, dengan lebih dari 42 ribu pondok pesantren dan lebih dari 100 ribu madrasah, sebuah potensi besar yang bukan hanya mencerminkan kekuatan pendidikan Islam, tetapi juga daya spiritual dan sosial bangsa.
"Ini bukan hanya angka statistik, tetapi kekuatan sosial dan spiritual yang luar biasa besar. Jika seluruh santri bergerak bersama, Indonesia akan menjadi bangsa yang tak hanya maju, tapi juga bermartabat," tegas Menag.
Menag menyampaikan apresiasi kepada seluruh penerima penghargaan Pesantren Award 2025, mulai dari santri inspiratif, pesantren transformatif, kepala daerah peduli pesantren, hingga tokoh Lifetime Achievement.
Ia menegaskan bahwa para penerima penghargaan tersebut adalah representasi nyata dari peran pesantren dalam membangun bangsa. “Mereka adalah bukti hidup bahwa pesantren tidak hanya melahirkan ulama, tetapi juga intelektual, inovator, dan penggerak kemanusiaan,” ujarnya.
Menutup sambutannya, Menag berpesan agar dunia pesantren terus menjadi sumber inspirasi dan cahaya ilmu. "Kesantunan publik yang kita rasakan hari ini lahir dari pesantren. Mari kita jaga tradisi itu, agar cahaya pesantren tetap menerangi Indonesia dan dunia", pungkasnya.