Jakarta (Humas MAN 3 Jakarta Pusat) — Matahari pagi baru saja muncul saat ratusan siswa MAN 3 Jakarta Pusat berbaris rapi di lapangan. Wajah-wajah mereka tampak tenang, khusyuk mengikuti setiap rangkaian kegiatan Literasi Religi yang digelar rutin setiap pekan ketiga pada hari Senin. Namun pagi itu, suasana terasa berbeda. Lebih hening, lebih dalam, lebih menyentuh. Tema yang diangkat bukan sekadar soal ibadah, tetapi tentang sebuah ikatan emosional yang tak pernah putus: Cara Berbakti kepada Orang Tua yang Telah Tiada.
Dibuka dengan tadarus Al-Qur’an yang menggema syahdu, kegiatan dilanjutkan dengan Shalat Dhuha secara munfarid, dipimpin oleh Achmad Rawi. Namun momen paling menggugah hadir saat Saiful Falah menyampaikan kajian utama. Dengan suara yang lembut namun penuh ketegasan, ia membicarakan makna bakti yang tidak berhenti meski orang tua telah meninggal dunia.
“Ada dua cara kita bisa berbakti kepada orang tua yang telah tiada,” ucapnya di hadapan ratusan siswa yang duduk bersila. “Pertama, dengan melaksanakan sholat. Karena lewat sholat, kita bisa mendoakan mereka. Maka, ketika guru menyuruh kalian untuk sholat, lakukanlah tanpa ragu. Dan setelah itu, jangan lupa doakan orang tua kalian," sambungnya.
Siswa-siswa mendengarkan dengan penuh perhatian. Sebagian menunduk, ada yang menatap kosong ke tanah, mungkin tengah mengingat wajah orang tua yang telah tiada atau sekadar merenungi makna kata-kata itu. Kajian ini bukan hanya menambah ilmu, tapi juga menggugah nurani.
Saiful Falah melanjutkan dengan pesan kedua, yang tak kalah pentin, “Perbanyak istighfar untuk orang tua dan juga untuk diri kita sendiri. Karena tak ada manusia yang luput dari kesalahan, termasuk kita. Dengan istighfar, kita membersihkan jiwa dan mendoakan mereka yang telah mendidik kita dengan kasih sayang,” tuturnya.
Kegiatan ini tidak hanya diikuti oleh seluruh siswa dari berbagai jenjang, tetapi juga oleh para guru. Kelas 10.6 yang menjadi petugas pelaksana berhasil mengatur jalannya acara dengan baik. Antusiasme siswa dan kekhusyukan yang terbangun mencerminkan betapa kuatnya nilai spiritual di lingkungan MAN 3 Jakarta Pusat.
Bagi Kepala MAN 3 Jakarta Pusat, Iik Zakki Mubarok, kegiatan ini lebih dari sekadar rutinitas. Ia melihatnya sebagai sarana penting dalam membangun karakter siswa, “Kami ingin siswa MAN 3 tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga cerdas secara spiritual. Literasi Religi adalah ruang untuk menyirami batin mereka dengan nilai-nilai keimanan, moralitas, dan kemanusiaan,” ujarnya.
Ia juga berharap kegiatan ini menjadi tradisi yang terus dijaga dan dikembangkan, seiring tantangan zaman yang kian kompleks.
Di tengah dunia yang bergerak cepat dan seringkali menjauh dari nilai-nilai hakiki, kegiatan seperti Literasi Religi ini menjadi oase spiritual. Ia mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan hanya tentang nilai rapor, tetapi juga nilai-nilai kehidupan. Dan pagi itu, di lapangan madrasah, para siswa belajar salah satu pelajaran paling berharga: mencintai dan mendoakan orang tua, bahkan setelah mereka tiada.