Jakarta (Inmas Jaksel) -- Momentum Hari Santri hari ini perlu ditransformasikan menjadi gerakan penguatan paham kebangsaan yang bersintesis dengan keagamaan. Demikian disampaikan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan Mukhobar, saat membacakan sambutan Plt Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Prov DKI Jakarta pada Upacara Peringatan Hari Santri. Senin (23/10)
“Spirit nasionalisme bagian dari iman” perlu terus digelorakan di tengah arus ideologi fundamentalisme agama yang mempertentangkan Islam dan nasionalisme. Islam dan ajarannya tidak bisa dilaksanakan tanpa tanah air. Mencintai agama mustahil tanpa berpijak di atas tanah air karena itu Islam harus bersanding dengan paham kebangsaan”, tutur Mukhobar di halaman Kankemenag Jaksel.
Di hadapan peserta upacara yang dihadiri oleh seluruh pejabat dan karyawan/karyawati di lingkungan Kankemenag Jaksel Mukhobar juga mengatakan bahwa Hari Santri juga harus digunakan sebagai revitalisasi etos moral kesederhanaan, asketisme dan spiritualisme yang melekat sebagai karakter kaum santri. Etos ini penting di tengah merebaknya korupsi dan narkoba yang mengancam masa depan bangsa. Korupsi dan narkoba adalah turunan dari materialisme dan hedonisme, paham kebendaan yang mengagungkan uang dan kenikmatan semu”, tandasnya.
Singkatnya, santri harus siap mengemban amanah, yaitu amanah kalimatul haq. Berani mengatakan “iya” terhadap kebenaran walaupun semua orang mengatakan “tidak” dan sanggup menyatakan “tidak” pada kebatilan walaupun semua orang mengatakan “iya”. Itulah karakter dasar santri yang bumi, langit dan gunung tidak berani memikulnya, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzaab ayat 72”, pesan Mukhobar.
“Hari ini santri juga hidup di tengah dunia digital yang tidak bisa dihindari. Internet adalah bingkisan kecil dari kemajuan nalar yang menghubungkan manusia sejagat dalam dunia maya. Ia punya aspek manfaat dan mudharat yang sama-sama besar. Internet telah digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan dakwah Islam, tetapi juga digunakan untuk merusak harga diri dan martabat seseorang dengan fitnah dan berita hoax”, tambah Mukhobar.
“Santri perlu ‘memperalat’ teknologi informasi sebagai media dakwah dan saran menyebarkan kebaikan dan kemaslahatan serta mereduksi penggunaannya yang tidak sejalan dengan upaya untuk menjaga agama, jiwa, nalar, harta, keluarga dan martabat seseorang. Kaidah fikih : al-muhafadhah ala-l qadimis shalih wa-l akhdzu bi-l jadidi-l ashlah senantiasa relevan sebagai bekal kaum santri menghadapi tantangan zaman yang terus berubah”, tutupnya. /RS/fh