Pulau Pramuka, Jakarta (Humas Kepulauan Seribu) -- Penyuluh Agama Islam ASN Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kepulauan Seribu, Samtidar Effendy Tomagola, menjadi pembicara dalam acara Podcast Radio Kepulauan Seribu pada segmen Kajian Islam dengan tema “History dan Hikmah Bulan Safar dalam Perspektif Islam”. Kegiatan ini berlangsung di Studio Radio Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka, pada Rabu (13/08/2025).
Samtidar, yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (IPARI) Kepulauan Seribu, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program kerja Penyuluh Agama Islam Kabupaten Kepulauan Seribu. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan umat kepada Allah SWT sekaligus menumbuhkan kerukunan antarumat beragama di berbagai lapisan masyarakat.
“Melalui podcast ini, kami ingin menyampaikan bahwa nilai-nilai keislaman bisa dipelajari dengan cara yang ringan namun tetap mendalam. Tujuannya tidak hanya edukasi agama, tetapi juga menciptakan harmoni sosial,” ujar Samtidar.
Dalam penyampaiannya, Samtidar memaparkan bahwa kata Safar memiliki dua akar kata: shifr yang berarti kosong atau nol, dan safra yang berarti kuning. Ia mencontohkan penggunaan kata safra dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 69: “Ṣafrā’u fāqi‘u lawnuhā tasurru an-nāẓirīn”, yang menggambarkan sesuatu berwarna kuning cerah yang menyenangkan orang yang memandangnya.
Pada masa jahiliyah, bulan Safar dikenal sebagai waktu di mana masyarakat Arab mulai bepergian atau merantau. Nabi Muhammad SAW pada usia muda pernah ikut berdagang bersama pamannya, Abu Thalib, ke Negeri Syam. Ketika dewasa, beliau kembali berdagang ke negeri tersebut bersama Maisarah, pembantu Khadijah. Aktivitas bepergian ini sering membuat kota Makkah menjadi kosong, dan para perantau biasanya pulang membawa emas atau hasil perdagangan lainnya.
Samtidar menegaskan bahwa dalam perspektif Islam, bulan Safar bukanlah bulan sial seperti yang dipercayai sebagian masyarakat. Hal ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW:
“Tidak ada penyakit menular dengan sendirinya, tidak ada kesialan pada burung, dan tidak ada kesialan pada bulan Safar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Samtidar, hadis ini menunjukkan bahwa Safar adalah bulan biasa yang seharusnya dijalani sebagaimana bulan-bulan lainnya dalam Islam.
“Justru bulan Safar mengajarkan kita untuk mengosongkan hati dari keburukan. Seperti makna shifr yang berarti nol, ketika kita meninggalkan yang haram, tidak ada lagi ruang untuk dusta, fitnah, atau perbuatan tercela. Hati, lisan, mata, dan seluruh anggota tubuh diarahkan pada kebaikan,” terangnya.
Dalam kesempatan terpisah usai acara, Samtidar menyampaikan bahwa membahas sejarah dan hikmah bulan Safar melalui media podcast adalah langkah strategis dalam dakwah modern.
“Dengan membahas tema ini, kami berharap masyarakat dapat memperoleh wawasan keislaman yang memperkuat keimanan dan ketakwaan, sekaligus memupuk rasa saling menghargai antarumat beragama,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa pemanfaatan media digital seperti podcast dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan relevan dengan generasi masa kini.
“Kegiatan ini menjadi momentum strategis untuk mempererat hubungan sosial di masyarakat Kepulauan Seribu, khususnya di Pulau Pramuka, melalui dakwah yang modern, kreatif, dan sesuai perkembangan zaman,” pungkasnya.