Artikel

MEMAKNAI HIKMAH PANDEMI COVID-19 JELANG PUASA RAMADHAN

blog

Illustrasi Foto (Kemenag RI DKI Jakarta)

MEMAKNAI HIKMAH PANDEMI COVID-19 JELANG PUASA RAMADHAN

Refleksi Mutiara Hikmah dalam Manakib Syech Abdul Qadir Al-Jailani

Oleh: Aris Adi Leksono*

 

Sejak Pandemi Covid-19 menimpa hampir seluruh benua di Dunia, termasuk Indonesia, berbagai respon telah muncul. Berawal protokol kesehatan hingga fatwa majelis ulama, dewan gereja, dan para tokoh agama lainnya. Mulai dari respon kewaspadaan hingga kekawatiran, bahkan ketakutan untuk melakukan aktifitas normal seha-hari. Sekaligus adanya berbagai kebijakan pembatasan, baik berskala kecil dengan hastag #dirumahsaja hingga pembatasan sosial berskala besar (PBSB). Hal ini dilakukan sebagai tindakan preventif lahiriyah.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi budaya gotong royong, secara gegap gempita seluruh lapisan masyarakat Indonesia menunjukkan kontribusinya, paling tidak dengan mentaati himbauan pemerintah untuk berdiam di rumah. Kepedulian sosial secara sadar dan mandiri ditunjukkan dengan kerja bakti lingkungan, penyemprotan disinfektan, pebagian makanan gratis, pembagian alat kesehatan gratis, hingga upaya membantu pemenuhan kebutuhan sosial dasar kehidupan, seperti pembagian sembako dan lain sebagainya.  

Wabah Covid-19 juga berdampak pada aktifitas keagamaan. Salah satunya pembatasan pelaksanaan Salat Jumat di masjid, Salat Jama'ah lima waktu, kegiatan rutin berskala besar dan sebagainya. Kondisi yang tidak biasa bagi masyakat Indonesia yang memiliki kultur religious, sehingga memicu perspektif beragam di masyarakat. Mulai dari perspektif politis dengan asumsi pemerintah mengeluarkan surat edaran terkait panduan ibadah pada Bulan Ramadhan. Perspektif ekonomi, ini adalah perang dagang amerika dan cina. Ini adalah agenda para mafia banker dunia untuk kepentingan bisnis mereka, dan lain sebagainya.  Bahkan mungkin tidak berlebihan, sebagian kelompok fatalistik berasumsi dunia seakan berakhir, alias kiamat. Padahal dalam perspektif akhlak tasawuf, kondisi semacam ini adalah momentum muhasabah tentang kualitas keimanan dan ibadah sosial lainnya.

Jika dihubungan dengan datangnya bulan suci Ramadhan, pandemic Covid-19 memiliki hikmah yang luar biasa. Ramadhan adalah bulan puasa, bulan mulia, bulan suci, bulan ibadah, bulan magfiroh, bulan rahmah dan sejumlah sebutan baik lainnya. Umat Islam sepakat bahwa perlu persiapan lahir dan batin untuk memasuki bulan Ramadhan. Bahkan sebagian ulama menganjurkan berdoa setiap saat, agar bisa bertemu bulan Ramadhan, khususnya pada dua Bulan menjelang masuk bulan suci tersebut. Dengan do’a “Allahumma barik lanaa fi rajaba wa sya’ban wa ballighnaa ramadhan”, Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya’ban, hingga kami bisa sampai pada bulan ramadhan. Karena umur yang paling berkah adalah umur yang bertemu dengan bulan Ramadhan yang terisi dengan penuh ibadah kepada Allah SWT.

Pandemi Covid-19 seakan mengisyaratkan” bersiaplah masuk ke bulan suci ramadhan dengan membersihkan diri secara lahir dan batin”. Sehingga saat Ramadhan datang, dapat menjalankan puasa dengan khuyu’, tumakninah, penuh dengan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana tausiyah yang disampaikan Hadratussyech Alm. K.H. Ahmad Asrori Al-Ishaqi mengutip perkataan Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a dalam Kitab Faidurrahman fi Manakibi Sulthonil Auliya’ Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a, Bait ke-5, beliau berkata:

 

وَكَانَ يَقُوْلُ : لَايَصْلُحُ لِمُجَالَسَةِ الْحّقِّ تَعَالٰى إِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَ مِنْ رِجْسِ الزَّلَّاتِ _ وَلَايُفْتَحُ إِلَّا لِمَنْ خَلَا عَنِ الدَّعَاوِىْ وَالْهَوَسَاتِ _ وَلَمَّا كَانَ اْلغَالِبُ عَلَى النَّاسِ عَدَمَ التَّطَهُّرِ _ إِبْتَلَاهُمُ اللهُ تَعَالٰى بِاْلأَمْرَاضِ كَفَّارَةً وَطَهُوْرًا _ لِيَصْلُحُوْا لِمُجَالَسَتِه۪ وَقُرْبِه۪ شَعَرُوْا بِذٰلِكَ أَوْ لَمْ يَشْعُرُوْا

Artinya:  Tidak boleh terjadi di dalam majlis untuk menghadap kepada Allah ta'ala, kecuali membersihkan dirinya dari kotoran dan dosa, dan tidak akan dibuka hatinya untuk makrifat kepada Allah, kecuali hatinya dikosongkan dari pengakuan mempunyai perilaku baik dan dari perbuatan yang meresahkan. Apabila kebiasaan manusia sudah berlumuran dosa dan tidak mau membersihkan, maka Allah ta'ala menurunkan berbagai penyakit lahir ataupun bathin kepada mereka sebagai tebusan dan pembersih dosa-dosanya, agar yang demikian itu sesuai majlis menghadap dan mendekat kepada Allah, baik mereka sadar maupun tidak.

Ramadhan adalah majelis atau sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pesan akhlak tasawuf syech Abdul Qadir al-Jailani r.a tersebut menunjukkan bahwa tidak pantas seseorang memasuki bulan Ramadhan, kecuali dia dalam kondisi suci dari kotoran dan dosa. Jika dimaknai lebih dalam lagi, Pandemi Covid-19 adalah penebus dosa dan cara Allah SWT untuk mensucikan diri umat manusia dari segala dosa, maksiat, serta penyakit lahir dan batin.

Lantas bagaimana sikap yang harus dikembangkan dalam menghadapi Covid-19, terutama jelang datangnya Bulan Suci Ramadahan, Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a dalam Kitab Faidurrahman fi Manakibi Sulthonil Auliya’ Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a, Bait ke-5, beliau juga berpesan:

    وَكَانَ يَقُوْلُ : لَا تَخْتَرْ جَلْبَ النَّعْمآءِ وَلَا دَفْعَ اْلبَلْوٰى _ فَإِنَّ النَّعْمآءَ وَاصِلَةٌ إِلَيْكَ بِاْلقِسْمَةِ اسْتَجْلَبْتَهَا أَمْ لَا _ وَاْلبَلْوٰى حَالَّةً بِكَ وَإِنْ كَرِهْتَهَا _ فَسَلِّمْ لِلهِ فِى اْلكُلِّ يَفْعَلُ مَا يَشآءُ _ فَإِنْ جآءَتْكَ النَّعْمآءُ فَاشْتَغِلْ بِالذِّكْرِ وَالشُّكْرِ _ وَإِنْ جآءَتْكَ اْلبَلْوٰى فَاشْتَغِلْ بِالصَّبْرِ وَالْمُوَافَقَةِ _ وَإِنْ كُنْتَ أَعْلىٰ مِنْ ذٰلِكَ فَالرِّضَا وَالتَّلَذُّذُ _ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اْلبَلِيَّةَ لَمْ تَأْتِ الْمُؤْمِنَ لِتُهْلِكَه۫ _ وَإِنَّمَا أَتَيْهُ لِتَخْتَبِرَه۫ _

Artinya: Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a berkata juga: Jika terkena cobaan, jangan menginginkan mendapat kenikmatan dan menghindar dari cobaan, karena suatu kenikmatan pasti datang juga kepadamu sesuai ketentuan Allah, diharapkan maupun tidak. Demikian pula cobaan, suka atau tidak pasti akan menimpanya, maka dari itu berserah dirilah segala urusan kepada Allah yang mengatur sesuai dengan kehendak-Nya. Maka bila kenikmatan datang kepadamu, maka sibukkanlah dirimu dengan mengingat Allah dan banyak bersyukur, dan bila cobaan yang menimpa maka sibukkan lah dirimu dengan kesabaran dan kesadaran. Bila ingin mendapat tempat yang tertingi di sisi Allah dan sebagai suatu kenikmatan, maka perlu disadari bahwa cobaan yang menimpa orang mukmin bukan sebagai malapetaka, tetapi datang untuk menguji iman.

Merujuk pada mutiara hikmah tersebut, salah satu sikap yang harus dikembangkan dalam menghadapi pandemi Covid-19, terutama jelang datangnya Bulan Suci Ramadan adalah dengan tidak opportunity, berharap selamat sendiri, tanpa memperpedulikan orang lain.  Hal itu dibuktikan dengan menumbuhkan rasa syukur atas nikmat bulan ramadhan, memperbanyak dzikir kepada Allah SWT, berdoa dengan penuh keikhlasan dan kesabaran untuk diri, keluarga, orang lain dan lingkungannya, terutama dalam menyambut datangnya bulan Ramadan.

Hikmah positif dari Pandemi Covid-19, terutama jelang Bulan Ramadan sebagaiman tausiyah yang disampaikan Hadratussyech Alm. K.H. Ahmad Asrori Al-Ishaqi mengutip perkataan Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a dalam Kitab Faidurrahman fi Manakibi Sulthonil Auliya’ Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a, Bait ke-5 sejalan dengan hadis Rasulullah SAW riwayat Muslim: 7692):

عَجَباً لأمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأِحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِن: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خيْراً لَهُ  

Artinya: “sangat menakjubkan urusan orang beriman, semua urusannya merupakan kebaikan. Hal tersebut tidak dimiliki siapa pun kecuali hanya dimiliki oleh orang beriman. Apabila orang beriman mendapatkan kenikmatan, dia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Jika ia tertimpa musibah, dia bersabar. Dan itu juga menjadi kebaikan baginya” (HR Muslim: 7692)

Menemukan kenikmatan dalam pandemi Covid-19 merupakan kebahagian yang tiadatara. Rasa itu akan tumbuh, jika ada setitik kebahagian dengan datangnya bulan Ramadhan. Bahagia yang tiada lain dilandasi keimanan, keikhlasan, semata-mata beribadah karena Allah SWT. Sebagaimana pesan mutiara sulthonul auliya’ “kailaa tuhibbuhu bil hawaa wa tabghoduhu bil hawaa”, agar kamu senang atau benci tidak sekedar menuruti hawa nafsu.

Semoga Allah SWT segara angkat pandemi Covid-19, semua sehat, semua selamat, dan semua bahagia.

* Penulis adalah Guru MTsN 34 Jakarta/Ketua MGMP Fikih MTs DKI Jakarta

Terkait