Jakarta (Humas) — Komisi VIII DPR RI bersama Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta menggelar Mudzakarah Urusan Islam (Mudis), Selasa (9/7/2025).
Kegiatan ini menghadirkan tokoh agama, akademisi, hingga perwakilan masyarakat dari berbagai wilayah Jakarta, sebagai upaya memperkuat sinergi dalam merespons dinamika keagamaan di kota metropolitan.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid, menyampaikan bahwa forum ini menjadi ruang penting bagi DPR untuk menyerap aspirasi umat sekaligus menjalankan fungsi pengawasan terhadap kebijakan keagamaan. Ia menekankan bahwa Jakarta memiliki peran strategis dalam mencerminkan wajah kerukunan nasional.
“Jakarta adalah barometer kehidupan keagamaan nasional. Kota ini harus menjadi contoh toleransi, harmoni, dan penanganan isu keagamaan secara bijak. Forum ini dihadirkan agar DPR bisa mendengar langsung dari akar rumput, dan merumuskan solusi konkret bersama Kemenag,” ujar Hidayat.
Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa forum ini bukan sekadar ajang seremonial, tetapi ruang strategis untuk membahas isu-isu keagamaan yang mendesak dan relevan dengan kondisi masyarakat urban.
“Kita perlu memperkuat peran masjid sebagai pusat peradaban, bukan hanya tempat ibadah, tapi juga tempat pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Penyuluh agama juga harus kita dukung agar mampu menghadapi tantangan era digital dengan pendekatan yang relevan dan moderat,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya literasi keagamaan yang menyejukkan untuk mencegah berkembangnya paham ekstrem.
“Kualitas pendidikan agama harus terus ditingkatkan, baik di madrasah maupun sekolah umum, dan kolaborasi dengan ormas Islam perlu diperkuat demi menjaga kerukunan dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan,” tambahnya.
Kepala Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta Adib, menyampaikan bahwa Jakarta tidak hanya memerlukan pendekatan keagamaan yang normatif, tetapi juga pendekatan kebijakan yang responsif, inklusif, dan berbasis data.
“Jakarta sebagai kota global menghadapi dinamika keagamaan yang sangat kompleks. Tidak cukup hanya dengan pendekatan normatif, kita perlu bekerja bersama lintas sektor dengan basis data yang kuat untuk memahami kondisi umat dan merancang kebijakan yang tepat sasaran,” ujar Adib
“Moderasi beragama bukan hanya slogan, tapi harus menjadi panduan dalam setiap kebijakan, program, dan praktik keagamaan di lapangan. Kami terus membangun kolaborasi dengan tokoh masyarakat, ormas, akademisi, dan pemerintah daerah untuk menjaga harmoni Jakarta,” tambah Adib.