AFIRMATIF ACTION SANTRI WAJIB KULIAH UNTUK DAYA SAING SDM BANGSA
Oleh: Aris Adi Leksono (Guru MTsN 34 Jakarta)*
Tantangan globalisasi semakin menggurita dalam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu memicu perubahan yang secara cepat pada semua aspek kehidupan. Seakan perubahan yang cepat itu, mengisyaratkan siapapun dia, dari mana bangsanya, di mana pun negaranya, jika tidak siap mengikuti transformasi ini, maka akan tergilas dan tidak mampu berkompetisi dalam dunia global. Pendidikan adalah salah atu instrument penting untuk menghadapi tantangan globalisasi. Percepatan kehidupan akibat globalisasi akan berakibat positif apalagi, suatu Negara memiliki sumber daya manusia yang berdaya saing. Salah satu instrumennya adalah dengan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi.
Kondisi lain, tahun 2045, Republik Indonesia telah mencapai usia 100 tahun atau 1 abad sejak kemerdekaan yang diproklamirkan oleh Dwitunggal Pemimpin Indonesia, yakni Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945 yang lalu. Tugas berat menanti paska kemerdekaan, bahkan tidak lebih mudah daripada merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. Hal ini yang menjadi tanggung jawab setiap individu rakyat Indonesia untuk mewarnai kemerdekaan Indonesia dengan berkontribusi nyata untuk pembangunan dari Sabang hingga Merauke.
Selain kondisi tersebut, tidak berlebihan jika visi Indonesia pada tahun 2045 adalah Indonesia Emas. Indonesia Emas dapat diinterpretasikan sebagai masa kejayaan bangsa Indonesia yang dinikmati juga oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2045, Indonesia juga harus sudah bergerak keluar dari zona Middle Income Trap yang dapat tercapai jika dilakukan reformasi kebijakan yang menitikberatkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan penguatan kapasitas SDM. Selain itu, Indonesia juga harus termasuk ke dalam developed countriesyang salah satunya ditandai dengan pendapatan per kapita sebesar US$ 12.616 atau lebih (World Bank, 2013).
Melalui tulisan ini, penulis ini tegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki posisi yang sangat strategis dalam mencetak generasi bangsa yang berdaya saing global pada nmasa kini dan masa yang akan datang. Lebih khusus, bagaimana mebangun kesadaran wajib kuliah bagi santri pondok pesantren. Kenapa harus santri?, karena menurut penulis, kesadaran santri melanjutkan ke jejang perguruan tinggi masih sangat minim. Padahal di sisi lain, santri memiliki karakteristik yang unik sesuai dengan budaya bangsa. Santri memiliki jumlah populasi yang sangat strategis dalam upaya melalukan mobilisasi mencipatakan SDM bangsa yang berdaya guna, tepat guna, dan tentu yang terpenting berdaya saing. Selama ini pesantren dan santri di dalamnya telah menunjukkan peran strategis dalam sejarah perjuangan bangsa, baik pada masa pra kemerdekaan, mewujudkan kemenrdekaan, dan mengawal cita-cita kemerdekaan.
Kompetensi Santri tidak terlepas dari Pondok Pesantren tempat mereka menempa ilmu. Tercatat di Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bahwa jumlah santri pondok pesantren di 34 provinsi di seluruh Indonesia, mencapai 3,65 juta yang tersebar di 25.000 pondok pesantren (Kemenag data 2011). Jumlah tersebut terus bertambahnya setiap tahun. Jumlah santri ini merupakan potensi luar biasa dan dapat menghasilkan dampak besar bagi pembangunan bangsa jika program dan kegiatan para santri dikelola dengan sistem yang baik.
Apalagi lingkungan pondok pesantren sebagai salah satu ujung tombak bagi terlaksananya sistem pendidikan agama Islam yang baik dan benar serta pencipta SDM dengan motivasi, jiwa kepemimpinan, akhlak serta intelektual yang tinggi. Sudah terbukti bahwa Pondok pesantren mampu melahirkan tokoh-tokoh Islam yang sukses, sehingga sistem pendidikan tidak perlu dibedakan dengan sekolah umum karena memiliki tujuan yang sama yakni bagaimana menciptakan kader pemimpin masa depan bangsa yang memiliki kepribadian yang luhur.
Dikala mengelola sebuah negara dengan sistem tertutup dan penuh proteksi sudah tidak bisa dipertahankan lagi, maka mengandalkan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dan teknologi menjadi sebuah pilihan terbaik dalam meningkatkan daya saing dan kemajuan bangsa. Dan untuk membangun sebuah negara yang berdaya saing diperlukan SDM yang memiliki motivasi, karakter, jiwa, komitmen serta intelektualitas yang tinggi, khususnya dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat di era MEA saat ini.
Membangun kemampuan SDM yang memiliki sejumlah ciri di atas tidaklah segampang membalik tangan, namun bisa ditempuh dalam beberapa cara diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan di sekolah formal maupun non formal termasuk pendidikan yang dilakukan oleh sejumlah Pesantren di Indonesia. Keberhasilan Pesantren dalam menciptakan sosok santri yang handal (red: berdaya saing) telah dibuktikan keberhasilannya, paling tidak dapat dilihat dari banyaknya pemimpin di negeri ini yang dilahirkan dari Pesantren di Indonesia, seperti KH Wahid Hasyim (Anggota PPKI), Syaifuddin Zuhri (Menteri Agama), Idham Cholid ( Ketua MPR) dan masih banyak lagi.
Dengan modal potensi yang sangat besar dan unik, baik secara kualitas dan kuantitas, maka mendorong dan menfasilitasi santri untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi menjandi kewajiban bersama, terutama Negara. Untuk itu, sinergi semua pihak sangat dibutuhkan, terutama membangun kesefahaman mengarusutamakan santri untuk masuk ke dunia perguruan tinggi. Pengarusutamaan santri kuliah tersebut dapat berupa afirmasi kebijakan Negara untuk mendorong santri melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi, berupa beasiswa atau bantuan khusus santri berpotensi untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Selain kebijakan pemerintah ini akan berimbas pada pembangunan SDM Indonesia, juga merupakan implementasi dari amanat undang-undang pendidikan untuk semua. Implikasi afirmasi ini tentu sangat relefan dengan upaya pemerintah dalam meningktakan kualitas perguruan tinggi. Salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas pemegang gelar tingkat tinggi. Bersamaan dengan banyaknya pemegang gelar S-3 yang bersaing untuk mendapatkan posisi akademik, mahasiswa diuntungkan dari instruktur dengan kualitas yang lebih baik.
Pada pihak perguruan tinggi juga membuka kesempatan beasiswa khusus santri dengan pendekatan dan teknis tertentu sesuai kondisi santri pada daerah tertentu. Tentu ini akan dapat berjalan, jika kebijakan afirmasi pemerintah dapat dijalankan, atau dengan pola subsidi silang dengan pendekatan analisa kemampuan ekonomi kelurga mahasiswa. Dengan pola ini, perguruan tinggi secara merata akan mendapat kesempatan mendapatkan mahasiswa yang sama-sama unggul dalam kualitas dan kuatitas.
Afirmasi berikutnya adalah memabuka peluang kerjasama akomodatif tiga komponen pemangku kebijakan dan pelaksana perguruan tinggi. Kerjasama yang akamodatif yang dimaksudkan adalah pengutamaan kualitas lulusan, dengan melenturkan aturan kelas jauh dan lain sebagaianya. Tiga komponen yang dimaksudkan adalah pemerintah, perguruan tinggi, dan pondok pesantren. Pemerintah menjamin legalitas kelembagaan dan afirmasi bantuan tertentu, perguruan tinggi sebagai penyelenggara dan penyedia perangkat kurikulum dan pengajar dan penjaminan mutu, sedangan pondok pesantren mengakan fasilitas dan santri yang akan mengikuti perkuliahan. Dalam istilah sederhananya adalah mendekatkan perguruan tinggi pada user, khususnya bagi santri dan masyarakat pesantren.
Semua analisa dan langkah afirmasi wajib kuliah bagi santri adalah dalam bingkai mewujudkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berdaya saing di masa kini dan akan datang. Percepatan pengningkatan potensi dan daya saing SDM yang menjunjung prinsip keadilan, tanpa batas kemampuan ekonomi, latar belakang pendidikan, dan sosio-kultur. Ibarat pepatah diantara yang tidak baik, pasti ada yang baik, diantara yang baik, pasti ada yang lebih baik, maka membuka peluang seluas-luasnya bagi santri untuk dapat melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi akan membuka peluang terwjudkan gerasi emas bangsa di tahun 2045. Generasi yang akan mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia pada 100 tahun atau 1 abad pasca kemerdekaan Indonesia. Generasi global yang bedaya saing unik, mandiri, berkarakter kebangsaan, menjunjung tinggi martabat bangsa di mata dunia.
Ditulis oleh: Aris Adi Leksono (Sekretaris Jendral Asosiasi Sekolah Tinggi Islam Se-Indonesia/ Wakil Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta/Ketua Persatuan Guru Nadhlatul Ulama DKI Jakarta)