Berita

Yeni Fitriyani Adib: Dari Catatan Harian Jadi Karya Bermakna

blog

Jakarta (Humas Kepulauan Seribu) -- Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta menggelar Pertemuan Rutin (Pertin) edisi bulan Juni 2025 dengan mengangkat tema "Peningkatan Kemampuan Literasi melalui Pelatihan Penulisan Cerita Fiksi". Kegiatan ini berlangsung bertempat di Aula Kantor Kemenag Kota Jakarta Pusat. pada Kamis, (12/062025).


Kegiatan ini menghadirkan narasumber Hairunisah, seorang penulis produktif sekaligus pegiat literasi yang telah banyak berkontribusi dalam mendorong budaya menulis, khususnya di kalangan perempuan. Kehadirannya disambut hangat oleh peserta yang merupakan pengurus dan anggota DWP dari seluruh Kantor Kemenag Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta.


Hadir dalam acara tersebut, Ketua DWP Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta, Yeni Fitriyani Adib, yang memberikan sambutannya, ia menekankan pentingnya literasi di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi saat ini. Menurutnya, kemampuan literasi bukan hanya tentang membaca dan menulis, tetapi juga membentuk pola pikir kritis, kreatif, dan reflektif, terutama bagi anggota DWP yang memiliki peran besar dalam membina keluarga dan masyarakat.


"Kemampuan literasi adalah bekal penting bagi kita semua. Sebagai ibu, istri, dan bagian dari komunitas sosial, kita dituntut tidak hanya cerdas secara emosional, tetapi juga intelektual. Salah satunya melalui kegiatan menulis yang dapat menjadi ruang untuk mengekspresikan gagasan, pengalaman, bahkan emosi terdalam kita," ujar Yeni.


Yeni juga membagikan kisah pribadinya yang menjadi titik awal kecintaan terhadap dunia tulis-menulis. Ia mengenang sebuah nasihat dari guru Bahasa Indonesia semasa di Madrasah Tsanawiyah, yang kelak mengubah cara pandangnya terhadap menulis.


"Guru saya pernah berkata, ‘Jika kamu sedang galau, jika kamu punya masalah dan sulit mengungkapkannya secara lisan, maka tulislah.’ Kalimat itu membekas dalam hati saya sampai hari ini," kenangnya.


Ia melanjutkan, bahwa sebagai pribadi yang tidak mudah berbicara secara terbuka, menulis menjadi pelarian yang menyembuhkan.


"Awalnya saya menulis apa adanya. Tidak memikirkan struktur atau gaya bahasa, yang penting unek-unek saya keluar. Lama-kelamaan, satu buku pun penuh. Saat saya baca ulang, saya tertawa sendiri—tulisan saya lucu, polos, dan jujur," ujarnya disambut senyum para peserta.


Dari catatan harian itulah, Yeni mulai menyusun cerita dan menyulapnya menjadi cerpen sederhana. Rasa ingin tahu mendorongnya membaca lebih banyak, mempelajari teknik penulisan, hingga akhirnya ia mulai menekuni dunia literasi secara lebih serius.


"Alhamdulillah, sekitar tahun 2009 saya berhasil menerbitkan sebuah buku pelajaran ber-ISBN untuk siswa SD kelas 6, yang diterbitkan oleh Sarana Panjak Karya," ungkapnya.


Namun, seiring waktu, Yeni menyadari bahwa menulis cerita fiksi jauh lebih memuaskan dan efektif dalam menyampaikan pesan, termasuk nilai-nilai keagamaan.


"Saya merasa menulis materi keagamaan dalam format kaku seperti 'bab satu, poin A, poin 1' kurang menarik. Tapi jika dikemas dalam bentuk cerita fiksi, pesan itu bisa disampaikan dengan lebih halus, menyenangkan, dan menyentuh hati," tuturnya.


Menutup sambutannya, Yeni mengajak seluruh peserta untuk menjadikan fiksi sebagai media kreatif untuk menyampaikan gagasan dan membangun budaya literasi.


"Hari ini kita kedatangan Ibu Hairunisah, penulis luar biasa yang akan membimbing kita mengenal lebih dekat dunia penulisan fiksi. Insya Allah ilmunya sangat bermanfaat, dan saya berharap setelah kegiatan ini kita semua semakin bersemangat menulis dan mampu menuangkan ide-ide kita dalam bentuk karya tulis yang inspiratif," pungkasnya.


Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi materi dan praktik menulis bersama Hairunisah, yang disambut antusias oleh para peserta.

  • Tags:  

Terkait

Menu Aksesibilitas

Mode Suara

Ukuran Teks

Monokrom

Tandai Tautan

Tebalkan Huruf

Perbesar Kursor