Jakarta (Humas) - Dalam beberapa tahun terakhir, perilaku diskriminasi dan intoleransi berbasis agama dan kepercayaan kerap terjadi di seluruh belahan dunia. Setiap negara perlu memberikan perhatian serius karena sikap tercela ini jika dibiarkan hanya akan menghambat kemajuan sebuah negara dan bahkan bisa berakhir pada perpecahan. Oleh karena itu, Indonesia berkomitmen secara kuat untuk mengimplementasikan budaya toleransi, sekaligus mendorong setiap negara di dunia memandang United Nations Human Rights Council (UNHRC) Resolution 16/18 sebagai sebuah kebutuhan.
Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Quomas berpendapat bahwa implementasi Resolusi 16/18 UNHCR bisa mengatasi kegentingan kemanusiaan akibat diskriminasi berbasis agama dan kepercayaan di negara manapun.
“Melalui spirit Resolusi 16/18 dalam mengatasi intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama, setiap warga negara secara bersama-sama mampu belajar dan memahami bahwa kebencian dan diskriminasi bukanlah bagian dari adab manusia. Dan ia dapat dikalahkan,” ucap menteri yang kerap dipanggil Gus Yaqut.
Menyikapi situasi ini, Pemerintah Indonesia memandang perlunya kesepakatan untuk mengarusutamakan budaya toleransi guna menanggulangi ancaman diskriminasi dan kekerasan berbasis agama atau kepercayaan dalam sebuah forum internasional yang diberi tajuk Jakarta Plurilateral Dialogue (JPD) 2023 dan akan dilaksanakan di Hotel Borobudur pada tanggal 29-31 Agustus 2023 mendatang.
Senada dengan Menteri Agama, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani juga kembali mengingatkan pesan Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan yang pada intinya mengecam intoleransi secara global. Termasuk juga mempromosikan penghilangan segala bentuk praktik intoleransi yang sepatutnya menjadi perhatian berbagai pihak.
“Moderasi beragama dan penanggulangan praktik intoleransi harus terus didorong, hal ini menjadi pesan utama yang akan disampaikan dalam JPD 2023. Pembahasan didesain inklusif, menampung berbagai pandangan dari organisasi keagamaan, masyarakat sipil, organisasi keagamaan, mitra pembangunan dan stakeholder lainnya, termasuk pandangan pemerintah,” tutur Jaleswari.
Agenda JPD 2023 yang diselenggarakan oleh Kantor Staf Presiden, Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri ini nantinya akan berkontribusi pada upaya global Indonesia dalam memerangi intoleransi beragama, kekerasan dan diskriminasi. Hal tersebut ditegaskan oleh Dirjen Informasi Diplomasi Publik Kemenlu, Dr. Teuku Faizasyah.
“JPD 2023 adalah forum strategis untuk menunjukkan komitmen Indonesia. Muatan forum ini sejalan dengan pencalonan Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB tahun 2024-2026, di mana Indonesia akan menunjukkan berbagai inisiatif nasional dalam moderasi beragama dan penguatan budaya toleransi untuk dapat menjadi lesson learned bagi negara-negara sahabat,” ujar Teuku.
Jakarta Plurilateral Dialogue 2023 sendiri meliputi 5 sesi dialog yang mengeksplorasi praktik terbaik dan pembelajaran dari berbagai pemangku kepentingan di seluruh dunia dalam memperkuat implementasi Resolusi 16/18 UNHCR. Wakil Presiden Dewan HAM PBB, Muhammadou MO Kah, serta para duta besar negara anggota dijadwalkan akan hadir dalam perhelatan ini untuk menemukan kemungkinan kolaborasi dan rekomendasi dalam memerangi intoleransi di masa mendatang.
Sebagai informasi, resolusi PBB ini merupakan resolusi untuk memerangi intoleransi, stereotip negatif dan stigmatisasi, serta diskriminasi, hasutan terhadap kekerasan, dan kekerasan terhadap orang berdasarkan agama atau kepercayaan.